Masjid Agung Sang Cipta Rasa yang sering disebut juga sebagai Masjid Agung Kasepuhan atau Masjid Agung Cirebon. Letaknya berada di dalam kompleks Keraton Kasepuhan Cirebon, hal tersebut yang membuat nama lain dari masjid ini adalah Masjid Agung Kasepuhan. Awalnya masjid ini bernama Masjid Pakung Wati karena merupakan hadiah dari Sunan Gunung Jati kepada istrinya yaitu Nyi Mas Pakungwati.

Nama masjid diubah menjadi Masjid Agung Sang Cipta Rasa pada tahun 1970 Masehi. Arti dari kata sang adalah keagungan, kata cipta adalah dibangun dan kata rasa adalah digunakan. Masjid ini merupakan masjid tertua yang ada di Kota Cirebon. Pembangunan masjid ini diperkirakan terjadi pada tahun 1480 Masehi yang diarsiteki oleh Sunan Kalijaga.

Baca juga informasi : wisata lainnya di Cirebon

Masjid Agung Sang Cipta Rasa menurut legenda, dalam pembangunannya melibatkan lima ratus orang yang berasal dari Majapahit, Demak dan Cirebon. Selain itu, Sunan Gunung Jati juga memerintahkan Raden Sepat yang merupakan arsitek Majapahit untuk membantu Sunan Kalijaga dalam pembangunan masjid ini. Raden Sepat yang menganut ajaran Hindu kala itu sedang menjadi tahanan perang antara Demak dan Majapahit. Sehingga, masjid ini memiliki perpaduan arsitektur antara budaya Islam dan Hindu.

Pada Masjid Agung Sang Cipta Rasa memiliki keunikan tersendiri karena tidak memiliki kemuncak di bagian atapnya seperti masjid-masjid lain yang ada di Indonesia khususnya Pulau Jawa. Masjid ini terbagi menjadi dua ruangan, yaitu beranda dan ruangan utama.

Baca juga informasi : kuliner di cirebon

Beranda terletak pada ketiga sisi Masjid Agung Sang Cipta Rasa, yaitu pada bagian depan, bagian kanan dan bagian kiri. Pada beranda masjid bagian kanan terdapat sumur Banyu Cis Sang Cipta Rasa yang dipercaya memiliki khasiat menyembuhkan berbagai penyakit dan menguji kejujuran seseorang.

Sedangkan ruangan utama masjid tidak terlihat karena dikelilingi oleh tembok tinggi. Apabila jamaah ingin memasuki ruangan utama bisa melalui sembilan pintu yang melambangkan jumlah Wali Sanga. Ketinggian pintu yang tidak terlalu tinggi membuat jamaah harus menunduk ketika memasukinya.

Hal ini memiliki makna bahwa jamaah masjid harus merendahkan diri dihadapan Sang Pencipta. Sunan Kalijaga membuat ukiran berbentuk bunga teratai dan ada tiga ubin khusus yang melambangkan ajaran Islam pada bagian mihrab. Tiga ajaran Islam yang dilambangkan pada ubin yaitu Iman, Islam dan Ihsan.

Ada tradisi di Masjid Agung Sang Cipta Rasa yang masih terjaga sampai dengan saat ini, yaitu tradisi adzan pitu. Adzan pitu ini pada awalnya dilakukan untuk mengusir Aji Menjangan Wulung pada saat subuh. Kini, azan pitu dilakukan pada saat akan melaksanakan salat jumat.

Adzan pitu dikumandangkan oleh tujuh orang muadzin secara bersamaan yang mengenakan pakaian serba putih. Meskipun dikumandangkan oleh tujuh orang secara bersamaan, adzan pitu tetap terdengar merdu karena para muadzin menyelaraskan suara dan nada adzan mereka.

Terlepas dari berbagai legenda dan tradisi yang menyelimutinya, Masjid Agung Sang Cipta Rasa memiliki peran tersendiri dalam sejarah perkembangan penyebaran agama Islam di Kota Cirebon. Nuansa masjid yang masih tradisional dan asri membuat jamaah betah berlama-lama di masjid ini.

Bahkan disetiap waktu solat masjid ini selalu dipenuhi oleh jamaah, terutama saat solat jumat. Jamaah yang datangpun tidak hanya warga sekitar masjid tapi juga dari luar daerah Kota Cirebon. Saat Bulan Ramadan tiba, banyak jamaah yang datang untuk beribadah seperti solat taraweh dan banyak pula yang melakukan iktikaf di masjid ini.